Selama ini telah banyak penerapan disiplin ilmu pemasaran secara tidak semestinya oleh sejumlah pihak. Akibatnya, banyak pihak langsung berkonotasi negatif setiap kali mendengar kata ‘pemasaran’ atau ‘marketing’.
Hal inilah yang perlu segera diluruskan. Pemasaran bukan suatu upaya untuk mengelabui pembeli, merampok uang pelanggan, atau melakukan hal-hal buruk lainnya. Orientasi pemasaran tidak semata-mata profit saja, namun lebih dari itu juga berlandaskan humanisme dan peka terhadap masalah lingkungan. Intinya, pelaksanaan pemasaran juga mengacu pada nurani dan berwawasan sosial.
Pemasaran di masa depan memerlukan konsep yang lebih robust. Sejalan dengan dengan hal tersebut dan juga berbagai perubahan mendasar dalam satu dekade belakangan ini, MarkPlus, Inc. menghadirkan dua konsep pemasaran mutakhir, yaitu: Marketing 3.0 dan New Wave Marketing (NWM). Apa saja perubahan-perubahan yang memicu diperlukannya konsep-konsep pemasaran baru tersebut?
Perubahan pertama adalah para pelanggan yang menjadi semakin menonjol sifat kemanusiawiannya (more human) yang diindikasikan dengan semakin kuatnya kesadaran dan kepedulian mereka terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial. Oleh karenanya pemasaran harus diwarnai dengan integritas dan keotentikan. Inilah yang menggiring lahirnya konsep Marketing 3.0.
Perubahan lain yang terjadi adalah pemasaran menjadi semakin horisontal karena merebaknya Internet, khususnya dengan hadirnya berbagai jaringan sosial (social networks), yang pada gilirannya menjadikan semuanya dan segalanya menjadi sama. Perusahaan dan pelanggan tidak lagi memiliki hubungan yang bersifat vertikal, namun kini telah menjadi horisontal. Hal ini menggiring kita pada suatu pendekatan baru yang disebut NWM.
Konsep Marketing 3.0 sebenarnya telah dijabarkan secara mendalam dalam buku yang telah dipublikasikan dalam bahasa Inggris dan kemudian diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa non-Inggris. Intinya adalah mejelaskan bagaimana terjadi suatu pergeseran dari Marketing 1.0 yang masih berorientasi semata-mata pada produk, kemudian bergeser ke Marketing 2.0 yang sudah berorientasi ke pelanggan, dan akhirnya menjadi Marketing 3.0 yang bernuansa human spirit atau values-driven.
Sebagai bagian dari konsep Marketing 3.0 juga diperkenalkan Values-Based Matrix (VBM) Model di mana merupakan matriks yang terbentuk dari tiga elemen perusahaan yang terdiri dari mission, vision, dan values dengan tiga elemen individual yang terdiri dari mind, heart, dan spirit. Apabila perusahaan sudah pada tingkatan spiritual maka misinya sudah mencakup adanya compassion, visinya sudah berorientasi pada sustainability, dan nilai-nilainya adalah untuk membuat suatu perbedaan.
Aplikasi Marketing 3.0 antara lain berupa suatu transfomasi sosial-budaya, pembentukan social business enterprise (SBE), dan dukungan terhadap gerakan hijau (green movement). Dalam transformasi sosial-budaya perlu diidentifikasi apa sekiranya tantangan yang dihadapi sebelum kemudian menentukan siapa sasaran konstituennya dan pada gilirannya memberikan solusi transformasinya. Sedangkan SBE pada intinya adalah bagaimana suatu perusahaan dapat tetap menghasilkan uang namun pada saat yang bersamaan juga memberikan suatu pengaruh positif terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi. Dukungan bagi gerakan hijau dapat direalisasikan dalam bentuk membantu mempromosikan gerakan tersebut atau bahkan sampai turut memproduksi suatu barang atau jasa yang memang ramah lingkungan atau bahkan keduanya sekaligus.
Pergeseran dari legacy marketingmenuju NWM sebenarnya dipicu oleh sejumlah perubahan lanskap bisnis. Yang pertama adalah adanya pergeseran dari kondisi eksklusif menjadi inklusif. Hal ini meliputi inklusifitas teknologi yang dapat dilihat dengan terjadinya konvergensi antara dunia fisikal dan digital. Dalam bidang ekonomi juga terjadi fenomena inklusifitas ini di mana semakin diperlukannya kolaborasi dalam mengatasi tantangan ekonomi global. Kita juga dapat melihat adanya pergeseran struktur politik global di mana terjadi pergeseran dari suatu sifat hegemoni ke arah multilateralisme karena nilai-nilai politik dan diplomasi yang semakin inklusif. Selain itu, kemajuan, inovasi, serta konvergensi dalam bidang sains dan teknologi semakin mengaburkan tembok antar-industri dan membentuk industri-industri yang inklusif pula.
Ke-dua, adanya pergeseran dari kondisi vertikal menjadi horisontal. Hal ini ditandai dengan terbentuknya hubungan di antara perusahaan dengan para pelanggannya yang semakin horisontal di mana para pelanggan tidak bisa dilihat lagi sekadar sebagai suatu sasaran yang diposisikan pada bagian paling bawah dalam suatu hierarki pasar. Pada sisi lain, fenomena bahwa ‘pelanggan adalah raja’ juga sudah semakin tidak berlaku. Untuk saat ini dan di masa mendatang para pelanggan lebih tepat diposisikan dalam satu tingkat yang sederajat sebagai teman. Konteks kompetisi pun berubah dari vertikal menjadi horisontal dengan terlihatnya gejala semakin setaranya kancah permainan di mana persaingan tidak lagi ditentukan berdasarkan ukuran, negara asal, dan keunggulan masa lalu dari suatu perusahaan. Perusahaan-perusahaan bisa menjadi semakin kompetitif apabila mereka dapat terkoneksi dengan berbagai komunitas pelanggannya untuk suatu upaya ko-kreasi dan bahkan bersinergi dengan para pesaingnya sehingga terjadi suatu ko-opetisi.
Ke-tiga, adanya pergeseran dari individual menjadi sosial. Dalam 60 tahun terakhir ini konsep manajemen pemasaran sangatlah ‘individual’ dengan mengomunikasikan pesan melalui suatu hierarki yang vertikal dari masing-masing perusahaan kepada masing-masing pelanggannya. Dengan semakin tingginya tingkat konektivitas maka masing-masing perusahaan harus semakin terkoneksi secara sosial dengan para pesaingnya dan membentuk suatu tren secara kolaboratif.
Dalam legacy marketing kita telah mengenal konsep 4C yang terdiri dari change, competitor, customer, dan company. Dengan semakin terbukanya akses informasi dan juga pasar maka akan sangat sulit untuk memprediksi situasi pasar sehingga peran dari 4C akan semakin tidak jelas. Untuk alasan tersebut diperlukan tambahan C yang ke-lima, yaitu connector, yang membantu perusahaan untuk tetap terkoneksi dengan keempat elemen C yang lainnya tersebut. Adanya C yang ke-lima ini menjadi semakin penting perannya bagi perusahaan-perusahaan untuk semakin dapat terlibat dalam kegiatan bisnis atau pun pemasaran karena elemen C ke-lima tersebut berperan penting untuk memungkinkan perusahaan menjadi socially-connected.
Dalam konsep NWM juga terjadi perubahan dari PDB (positioning-differentiation-brand) menjadi Triple-C di mana positioning bergeser ke arah clarification, differentiation harus dibentuk berdasarkan suatu codification yang bertumpu pada DNA perusahaan, dan brand harus semakin dapat menunjukkan chacarter-nya. Selain itu, secara lebih luas terjadi perubahan sangat fundamental dari 9 elemen pemasaran yang telah lama dikenal dalam legacy marketing menjadi 12C dalam konsep NWM.
Dr. Jacky Mussry
Vice President & Chief Knowledge Officer
MarkPlus, Inc.
Most Read Articles |
PT. PENERBIT ERLANGGA
Jl. H. Baping Raya No. 100
Ciracas, Jakarta Timur 13740
Telp. (021) 871 7006
Fax. (021) 877 946 09
Whatsapp. 08191-1500-885
Hotline. 1500-885