Written by Karunia Sylviany Sambas Saturday, 17 October 2015 08:18
Memasuki gerbang perkuliahan adalah hal yang diidam-idamkan oleh para siswa SMA. Cihuuy! Bisa pulang sesuka hati. Pakai baju ganti-ganti. Sstt ... juga bisa tepe-tepe kakak kelas. Uhuk!
Tapi oh tapi. Kenyataan sungguh berbanding terbalik dengan fakta di lapangan.
“Besok, kalian harus pakai kaos kaki belang-belang merah putih. Pahaaammm!” Seorang kakak kelas cewek memberikan komando dengan suara lantang.
“Iyaaa, Kak,” jawab para mahasiswa baru. Termasuk aku.
Aku pun mulai bingung memenuhi tugas yang satu itu. Pada masa orientasi siswa seperti ini, jangan sampai membuat kesalahan. Karena kau akan jadi bulan-bulanan senior bila sampai melakukannya. Itu pesan kakakku yang sudah masuk kuliah dua tahun yang lalu.
Hari sudah menjelang magrib, tapi aku masih mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain. Mulai dari pedagang toko hingga pedagang eceran. Mencari kaos kaki belang-belang merah putih bukan perkara gampang.
Aduh! Kepalaku mendadak sakit. Mana besok pukul enam pagi kami sudah harus tiba di lapangan kampus. Aku pun mengirim pesan ke Indah, salah seorang temanku. Dia bilang dia sudah punya kaos kaki itu. Ia mendapatkannya dari sepupunya.
“Maaf, aku cuma punya sepasang, Via.” Nada bicaranya terdengar prihatin akan kondisiku.
Baiklah! Aku mulai pasrah. Begitu azan berkumandang, aku langsung menuju masjid terdekat untuk menunaikan ibadah shalat magrib. Dalam doaku, aku memohon sungguh-sungguh. Semoga aku mendapatkan si belang merah putih.
Namun hingga jelang isya, aku belum kunjung menemukannya. Ada sih yang belang. Tapi hitam putih, kuning biru, hijau merah, dlsb.
Aku pulang dengan langkah gontai.
Tak nyana, kakakku ternyata ada di rumah. Biasanya dia hanya berdiam di kost-an bila tak ada jam kuliah.
“Kaos kaki belang merah putih?” tanyanya, “itu sih gampang. Aku dulu malah tiga warna. Merah, kuning, hijau.”
Aku melongo. Bagaimana mungkin kakak mendapatkannya. Aku sudah hampir menjelajahi semua toko namun tak pernah menjumpai kaos kaki tiga warna.
Kakakku ada-ada saja idenya. Aku disuruh membeli kaos kaki putih yang agak tipis dan sebuah ... pilox!
Kenapa tak terpikir, ya? Dasar kalau pikiran lagi ruwet, memang sulit menemukan jalan keluar.
Srat ... sret ... srot ...
Tadaaa ....
Kaos kaki belang-belang merah putihku sudah siap dipakai.
Esok harinya kakak senior melihat kaos kakiku.
“Kenapa kaos kakimu pakai pilox?” tanyanya dengan tatapan tajam.
Aku terdiam dan menunduk setelah menatap matanya sekilas.
Tiba-tiba salah seorang temannya datang.
“Wah, wah, ternyata ada yang mengikuti jejakmu, Va,” celetuknya sambil tersenyum. Kakak senior yang menegurku tadi jadi salah tingkah. Dalam hati aku ikut tersenyum. Selamat, selamat. Ternyata si Kakak juga pakai pilox, ya. Hihihi. (***)
Oleh: Karunia Sylviany Sambas
Most Read Articles |
PT. PENERBIT ERLANGGA
Jl. H. Baping Raya No. 100
Ciracas, Jakarta Timur 13740
Telp. (021) 871 7006
Fax. (021) 877 946 09
Whatsapp. 08191-1500-885
Hotline. 1500-885